Tentang seorang muda yang diam di
tempatnya.
Sebenarnya ia hampir tak muda
lagi.
Begitu nyaman diberi kasih sayang
yang berlebihan.
Tapi tidak begitu dengan hatinya.
Yang ia inginkan saat ini hanyalah
terus berjalan.
Mendobrak pintu rumah yang begitu
membelenggu.
Kemudian berlari.
Bermaksud mengganti langkah-langkah
keterlambatannya.
Dan si pemuda ini masih diam...
Tak berjalan, apalagi berlari.
Hatinya tak tega meninggalkan sang
bulan dalam rumah.
Yang seorang diri namun berbayang
sebelas,
Aku salah satunya.
Hanya saja, tak hanya bayangannya,
Tapi rupa aslinya pun ada di dalam
rumah.
Bingung melanda.
Ia tahu, bahwa kesuksesan diri
didapat dari mengkristalnya keringat.
Akhirnya ia berlari di tempat.
Berharap akan ada keringat yang
keluar.
Meski tak sehebat keringat
orang-orang di luar pintu.
Namun tetap ia jenuh.
Tak melihat dunia luar pintu.
Pernah ia berhasil membuka kunci
pintu,
Hendak mulai berlari pikirnya.
Namun ketika ia hendak keluar,
Sayup-sayup ia mendengar bisik-bisik
dari sepuluh bayangan lainnya.
Biar ku bayar orang dari luar
pintu untuk menjaga sang bulan, begitu ujar salah satu bayangan..
Namun bisik-bisik yang tak sengaja
ia dengar alih-alih membuatnya memulai sprint panjangnya.
Ia terpukul oleh kata-kata itu.
Mengapa harus orang dari luar
pintu yang menjaga sang bulan?
Mereka bukanlah bayang-bayang sang
bulan.
Memalukan sekali.
Kemanakah bayangan yang sebelas
itu.
Akhirnya ia diam.
Tak berlari, apalgi melakukan
perlarian.
Ia pelan-pelan menggelondongkan bola
salju tekadnya.
Berpuasa dari segala nafsu
keinginan.
Berharap menjadi mutiara indah
yang terkukung dalam kerang.
Agar jika suatu saat itu datang.
Ia bisa membuka pintu itu dengan
elegan, tanpa paksaan.
Dan ketika ia keluar rumah.
Sebuah jet sengaja turun dari
langit,
Terpukau oleh indahnya mutiara.
kemudian mengajak mutiara itu ikut
serta.
Dan bermanuver indah menuju tujuan
dengan begitu cepatnya.
Meninggalkan mereka yang berlari,
dan mereka yang berkendara.